Latest News

Monday, September 13, 2021

Memperbaiki Diri untuk Membangun Persaudaraan

 🆁🅰🅶🅸 Jumat, 10 September 2021.
Hari Biasa Pekan XXIII
• 1Tim 1: 1-2.12-14; 
• Mzm 16: 1-2a. 5. 7-8. 11; 
• Luk 6: 39-42

Memperbaiki Diri untuk Membangun Persaudaraan

Dari pengalaman, usaha yang mudah dikatakan tetapi sangat sulit dilakukan adalah mawas diri dan menindak-lanjutinya dengan perbaikan diri. Sebaliknya, orang mudah sekali melihat keburukan orang lain, merasa diri sendiri sudah baik dan tidak ada yang perlu diubah. 
    Tuhan Yesus melihat sikap dan perilaku seperti itu pada orang-orang Farisi. Mereka sering menyalahkan-nyalahkan dan menekan orang lain supaya menaati hukum Taurat, sementara cara hidup mereka sendiri jauh dari semangat Hukum Musa itu. Tuhan Yesus meminta para murid-Nya agar tidak membuat kesalahan seperti yang dilakukan orang Farisi. Dalam perikop Injil hari ini Yesus menyampaikan pesan itu dengan dua perumpamaan. 
    Pertama: Orang buta tidak dapat menuntun orang buta, sebab keduanya akan jatuh ke dalam lubang. Yesus menjelaskan, dari dirinya sendiri, seorang murid tidak tahu banyak, “buta”, dan masih tergantung pada gurunya. Tetapi, setelah dilatih dan belajar segala sesuatu dari gurunya, murid akan sanggup menuntun orang lain. “Barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.” (Lihat Luk 6:39-40). 
    Pesan yang hendaknya kita renungkan dari perumpamaan ini: sejauh mana Yesus telah berperan sebagai Guru dalam kehidupan kita. 
    Sebagai murid Yesus, kita mesti tekun belajar dan memperbaiki diri: kita harus mendengarkan apa yang dikatakan Yesus, lalu meresapkan ajaran itu dalam diri kita, agar selanjutnya perkataan dan perbuatan kita dapat secara efektif membawa orang lain kepada Tuhan.
    Yang kedua, Yesus mengatakan: Orang mudah melihat selumbar (serpih kecil) di mata saudaranya, sedangkan balok di matanya sendiri tidak ia lihat. Tidak mungkin ia dapat mengeluarkan selumbar yang ada di mata saudaranya itu. Keluarkan dulu balok itu! (Lihat ay. 41-42). 
    Yesus hendak berpesan, para murid harus sangat berhati-hati dalam hal mengadili orang lain. Kita cenderung melihat kekurangan orang lain lebih cepat daripada melihat kekurangan kita sendiri. Kita harus menjaga agar kecenderungan ini tidak merusak persaudaraan kita.
    Kekurangan yang kita lihat pada orang lain sebenarnya kecil sekali bila dibandingkan dengan kekurangan kita sendiri. Tanpa kita sadari, dengan merendahkan orang lain (lewat gossip) kita sebenarnya hanya mau menyembunyikan kekurangan kita sendiri. Supaya dinilai baik, kita bukannya memperbaiki diri dengan mengubah perilaku, melainkan hanya dengan menjelekkan orang lain. Penilaian kita pun biasanya hanya berdasarkan perilaku luar. Kita tidak mengetahui apa maksud dan motivasi orang yang kita nilai.
   Dalam hidup berkomunitas, orang juga cenderung hanya melihat hal-hal yang negatif. Dalam komunitas Kristiani, misalnya, kita cenderung hanya melihat kekurangan para pengurus dan orang lain – biasanya sebagai pembenaran diri untuk tidak terlibat. Selama masa pandemi ini, orang cenderung hanya melihat banyaknya orang sakit dan orang meninggal, Prokes yang menyusahkan, bosan tinggal di rumah, ekonomi yang terpuruk, lalu menyalahkan orang lain. 
    Khususnya dalam situasi pandemi yang berkepanjangan ini kita perlu mendengarkan pesan Yesus Tuhan dan Guru kita. Kita dipanggil untuk mendalami hal-hal positif yang selama ini mungkin kita abaikan, seperti pola hidup sehat, keadaan saling tergantung, belarasa dan relasi personal yang menyegarkan, doa pribadi dan doa keluarga, ibadat yang lebih mendalam tanpa kehadiran banyak orang, kerinduan akan Sakramen Mahakudus, dan banyak hal lain yang harus kita temukan.

Rasul Paulus (Saulus) pun pernah menjadi buta sehingga ia harus dituntun dalam perjalanannya ke Damsyik. Tetapi, dengan “penglihatannya” yang baru ia menuntun banyak sekali orang kepada Kristus. 
    Dalam Bacaan Pertama, Paulus menyebut dirinya “rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah.” Penugasannya menjadi rasul ia terima langsung dari Allah. Ia menganggap itu sebagai kepercayaan dari Kristus Tuhan. “Aku bersyukur kepada Dia … karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku,” (1 Tim 1:12). Paulus sangat bersyukur, lebih-lebih mengingat riwayat hidupnya: “Aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya,” (ay. 13). Paulus telah melakukan pembalikan diri secara total.
    Di awal suratnya Paulus merasa perlu menegaskan kewenangannya sebagai Rasul, sebab lewat surat itu ia akan memberikan tuntunan mengenai tata organisasi serta perilaku umat Kristiani di Efesus. Ia juga sedang mengukuhkan kewenangan Timotius sebagai penghubungnya. 
    Dari suratnya kita dapat melihat bagaimana St. Paulus telah menanggapi panggilan Tuhan untuk melakukan perbaikan diri secara total sehingga ia sanggup mewartakan Injil  kepada banyak bangsa.
    Kita pun dipanggil untuk melakukan perbaikan diri agar dalam posisi masing-masing kita sanggup mewartakan Sukacita Injil dengan mewujudkan hal-hal positif yang menggembirakan di sekitar kita. Ini panggilan yang sulit, terutama di masa pandemi. Namun, Tuhan dan Guru kita akan terus mendampingi dan mengajarkan makna baru yang terkandung dalam sabda-Nya, terutama selama Bulan Kitab Suci Nasional ini. 

Yesus Tuhan dan Guruku, berilah kerendahan hati agar aku dapat mawas diri dan memperbaiki cara hidupku. Ajarilah aku memaknai sabda-Mu agar aku dapat membangun kasih persaudaraan di manapun aku berada. Amin.

Selamat pagi. Selamat beraktivitas dengan mengikuti Prokes dan aturan lain. AMDG. Berkat TUHAN.
RS/PK/hr.

No comments:

Post a Comment