Latest News

Monday, October 11, 2021

SIAPAKAH SEBENARNYA SESAMAKU?

 🆁🅰🅶🅸 Senin, 4 Oktober 2021.
Peringatan Wajib St. Fransiskus dari Asisi:
• Yun. 1: 1-17; 2: 10;
• Mzm. Tnggpn. Yun. 2: 2. 3. 4. 5. 8;
• Luk. 10: 25-37.

SIAPAKAH SEBENARNYA SESAMAKU?

Dalam perikop Injil hari ini dikisahkan bahwa TUHAN YESUS kembali dijebak oleh seorang ahli Taurat. Pertanyaannya sederhana, apa yang harus dilakukan untuk memperoleh hidup kekal. IA tidak menjawab langsung tapi malah balik bertanya, apa yang diperintahkan dalam hukum Taurat. Dan dengan fasihnya si ahli Taurat ini menjawab tentang mengasihi TUHAN dan sesamanya. Jawaban ini dibenarkan oleh YESUS. Tetapi karena si ahli Taurat ini hanya mau menjebak dan cari benarnya sendiri, ia masih bertanya kepada-NYA: "Dan siapakah sesamaku manusia?" (Luk. 10: 28). IA lalu berkisah tentang orang Samaria yang dianggap asing dan kafir itu ternyata sangat berbelas kasih dan bermurah hati. Dikisahkan bahwa ada orang yang sedang dirampok, diambil miliknya dan disakiti badannya hingga ia luka parah sampai hampir sekarat. Seorang imam dan seorang Lewi lewat tempat kejadian, mereka melihat ada orang luka parah. Tetapi mereka lewat begitu saja, tanpa ada rasa empati atau simpati. Berbeda dengan orang Samaria yang masih dianggap kafir itu ternyata ia bermurah hati. Ia turun tangan sendiri menolong orang itu dan mengantarkannya ke penginapan dan dititipkan disana sambil berpesan agar ia boleh istirahat di sana dan semua dibayar oleh orang asing dan kafir itu! Dan sesudah dia selesai urusannya maka ketika kembali ia akan membereskan segala pembiayaannya.

Jadi, "belas kasih" bukanlah seuntaian kata indah yang harus dihafal rumusannya. "Belas kasih" juga bukan hanya teori dan kata-kata kosong tanpa makna! Belas kasih adalah suatu aksi, tindakan nyata yang berujung pada tindakan penyelamatan. Orang Samaria itu pasti tidak mengenal orang yang dirampok itu. Namun, karena ia punya perasaan yang halus, peka terhadap aksi bela rasa, maka pada akhirnya ia  bertekad untuk menolong dan menyelamatkan korban perampokan itu sampai tuntas. Kasih memang tidak mengenal untung rugi.
Kisah penyelamatan yang dilakukan orang Samaria itu bisa menjadi aksi setiap orang yang berkehendak baik untuk mewujudkan kasih itu dalam suatu tindakan nyata. Yang penting tindakan kasih itu dilakukan secara murni, tulus, ikhlas dan tuntas tanpa suatu pamrih minta dibalas atau menjadi "bahan kampanye diri". Tinggal sekarang kemauan kita sendiri: mau atau tidak untuk berbelas kasih?

Berbeda sekali sikapnya dengan seorang imam dan orang Lewi yang merasa diri mereka penting dan tidak mau kehilangan waktu serta merasa "jijik" untuk menolong orang luka parah yang tidak jelas identitasnya itu. Mereka ini type orang yang merasa penting dan sibuk, tetapi sebenarnya menolak atau lari dari tanggung jawab sosialnya. 

Demikian pula Yunus yang dipanggil TUHAN untuk mempertobatkan penduduk Niniwe, malah melarikan diri dan menghindari tanggung jawabnya, seperti dikisahkan dalam Bacaan Pertama. Yunus ingin lari dari TUHAN, tetapi Kehendak TUHAN tidak bisa digagalkan. Gara-gara Yunus telah lari dari TUHAN itu, terjadilah angin taufan yang menyebabkan perahu hampir tenggelam. Yunus merasa dirinya salah dan jadi penyebab kecelakaan itu akhirnya minta dibuang ke laut dan seekor ikan yang besar menelan dia dan membawanya sampai tiga hari di dalam perut ikan itu. Dan orang-orang di kapal itu setelah angin ribut itu reda justru akhirnya mengakui kebesaran TUHAN dan mempersembahkan kurban kepada-NYA.
Seperti Yunus, kita pun kadang mau melarikan diri dari tanggung jawab yang diberikan kepada kita. Maka kita mulai menjauhkan diri dari TUHAN. Akan tetapi TUHAN "tidak tidur."  DIA pasti akan menegur kita dengan berbagai cara dan peristiwa yang dahsyat dan memukul diri kita!

Hari ini Gereja memperingati seorang Kudus pendiri Ordo Saudara-saudara Dina atau Fransiskan, yaitu Santo Fransiskus dari Asisi (1181-1226). Ia anak seorang pedagang kain yang kaya raya. Ketika perang saudara berkecamuk, ia ditangkap dan dipenjara selama satu tahun sampai jatuh sakit. Pengalaman pahit inilah yang kelak mengubah pola hidupnya. Ketika berada di gereja San Damiano, ia seolah mendengar ajakan TUHAN agar ia memperbaiki Rumah-NYA. Dan tanpa pikir panjang, ia mengambil sejumlah kain mahal dari gudang ayahnya dan dijualnya. Uangnya disumbangkan untuk memperbaiki gedung gereja yang rusak. Maka meledaklah amarah ayahnya dan mengusir Fransiskus. Kondisi ini tidak menyebabkan ia bersedih, sebaliknya ia merasa saatnya untuk lebih berkonsentrasi memuji TUHAN. Hidupnya berlangsung dengan cara mengemis setiap  hari,  dan sebagian hasilnya disumbangkan untuk para pengemis yang lain. Semangat persaudaraan, hidup sangat sederhana, berdoa terus dan mencintai alam semesta menjadi ciri utama tarekat yang baru didirikan itu. Pada usia ke 43 tahun, ia mengalami stigmata (luka-luka seperti YESUS di tangan, kaki dan lambung). Luka-luka ini menjadi babak baru penderitaan baginya. Hidupnya sangat sederhana, menderita kelaparan dan sakit, namun ia tetap mendendangkan madah pujian Kidung Matahari. Di kala Gereja menjadi lemah dan sakit karena kekuasaan, harta kekayaan, maka Fransiskus menemukan kembali cita-cita Injil yang asli yaitu Kerendahan hati, Kemiskinan dan Cinta kasih!

Ya TUHAN, ajarilah aku untuk semakin peka melihat sesamaku yang menderita, khususnya pada masa pandemi Covid-19 ini. Berilah aku keberanian untuk menyatakan cinta kasihku secara konkrit kepada orang yang menderita. Santo Fransiskus Asisi, doakanlah aku. Amin.

Selamat pagi. Selamat beraktivitas pada awal minggu sesuai dengan Prokes. AMDG. Berkat TUHAN.
PK/hr.

No comments:

Post a Comment